blog-ragam-cerita-alin

UKM Dina: Merajut Asa dan Warisan Tenun Bima

Posting Komentar

"Di balik setiap helaian kain yang indah, tersimpan ribuan helai keringat dan sebuah warisan yang nyaris punah. Inilah kisah tentang bagaimana segelintir perempuan di sebuah kampung kecil di Bima memutuskan untuk menenun masa depan mereka kembali dari benang yang hampir terputus.

Begitulah kiranya mengungkapkan perjuangan Yuyun Ahdiyanti yang biasa disapa Dina. UKM Dina lahir dari keprihatinan atas memudarnya tradisi menenun yang telah diwariskan turun-temurun di kampung halamannya. Yuyun Ahdiyanti (sering disebut juga Yuyun Ntobo) mendirikan UKM tenun tradisional ini pada tahun 2015. 

Tenun tradisional merujuk pada proses pembuatan kain dengan cara menenun benang-benang pakan (horizontal) dan lungsi (vertikal) secara silang-menyilang menggunakan alat tenun (disebut juga alat tenun tradisional atau ATBM). Proses ini merupakan salah satu bentuk kerajinan tekstil tertua di dunia dan memiliki nilai seni, budaya, serta sosial yang sangat tinggi.

Dalam konteks UKM Dina di Bima, tenun tradisional memiliki makna yang sangat spesifik:
Ciri Khas Tenun Tradisional (Umum dan Bima)

1. Alat dan Teknik: Kain ditenun menggunakan alat tenun tradisional (seperti ATBM), bukan mesin industri. Proses ini sangat padat karya dan membutuhkan keterampilan tinggi dari para penenun.

2. Kain Warisan: Setiap motif pada kain tenun tradisional seringkali membawa makna filosofis, adat istiadat, atau simbol status sosial dalam masyarakat tertentu. Untuk tenun Bima, motifnya menyerap inspirasi dari alam dan kearifan lokal.

3. Pewarnaan Alami: Secara ideal, pewarna yang digunakan berasal dari bahan-bahan alami (seperti akar, daun, atau kulit kayu), meskipun dalam perkembangannya banyak yang juga menggunakan pewarna sintetis untuk stabilitas warna. UKM Dina sendiri sedang berupaya mengembangkan pewarna alami.

4. Waktu Produksi Lama: Karena dilakukan secara manual sehelai demi sehelai, proses pembuatan satu lembar kain tenun bisa memakan waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, tergantung kerumitan motif dan alat yang digunakan.
Peran Tenun Tradisional dalam UKM Dina

Bagi UKM Dina, tenun tradisional adalah fondasi identitas mereka:

· Pelestarian Budaya: Menjaga agar teknik tenun warisan leluhur tetap hidup dan dipraktikkan oleh generasi sekarang.

· Konten Utama Produk: Kain tenun adalah produk utama yang dipasarkan, dijual dengan penekanan pada keaslian proses pembuatannya.

· Pemberdayaan Berbasis Keterampilan: Keterampilan menenun yang dimiliki para perempuan lokal adalah aset utama yang diberdayakan oleh UKM Dina.

Intinya, tenun tradisional adalah representasi otentik dari kearifan lokal yang coba dihidupkan kembali oleh UKM Dina agar relevan dan bernilai secara ekonomi di era modern.

UKM Dina adalah sebuah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berbasis di Kelurahan Ntobo, Kecamatan Raba, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). UKM ini tidak sekadar berbisnis, tetapi menjadi sebuah gerakan pemberdayaan perempuan sekaligus upaya pelestarian budaya Bima melalui kerajinan kain tenun tradisional.

Nama "Dina" dipilih bukan hanya sebagai label, tetapi memiliki makna mendalam dalam bahasa lokal, yaitu "terang" atau "cahaya pagi". Nama ini melambangkan harapan baru bagi para perempuan pengrajin di Ntobo. Yuyun bertekad menjadikan tenun Bima sebagai simbol peradaban lokal yang tidak hanya menjadi pajangan museum, tetapi hadir di ruang-ruang modern dan menjadi kebanggaan generasi muda.

Produk Utama dan Nilai Jual

Fokus utama UKM Dina adalah memproduksi kain tenun Bima yang berkualitas tinggi. Produk-produknya meliputi: Kain Tenun Tradisional: Tetap mempertahankan ciri khas dan teknik yang diwariskan turun-temurun, menjamin nilai tradisi di setiap helai.
Produk Turunan Fashion: Kain tenun disajikan dalam beragam model kekinian agar dapat diterima oleh pasar yang lebih luas dan tidak terkesan kuno, memberikan kesan eksklusif dan bernilai jual tinggi.

Nilai jual utama UKM Dina adalah penolakan untuk menyeragamkan produk demi selera pasar. Sebaliknya, mereka menjadikan keunikan motif, cerita, doa, dan sejarah di balik setiap tenun Bima sebagai identitas dan nilai eksklusif.  

Pemberdayaan Perempuan Lokal

UKM Dina telah bertransformasi menjadi pusat pemberdayaan ekonomi kreatif. Dampak sosial yang ditimbulkan sangat signifikan: Penciptaan Lapangan Kerja: UKM Dina kini telah memberdayakan lebih dari 200 penenun dan sejumlah penjahit di Ntobo dan sekitarnya.
Peningkatan Peran Perempuan: Sebagian besar penenun yang bergabung adalah kaum perempuan yang bisa tetap bekerja sambil menjalankan peran sebagai pengurus keluarga. Pendapatan tambahan dari hasil menenun meningkatkan semangat mereka, memungkinkan mereka menjaga budaya sekaligus membangun ekonomi keluarga. 

 Inovasi dan Rencana Pengembangan

Untuk menjaga warisan tenun Bima tetap relevan, UKM Dina secara aktif melakukan inovasi: Pengembangan Warna Alami: Melakukan kolaborasi dengan akademisi untuk mengembangkan pewarna alami pada tenun.
Workshop Menenun: Mengadakan workshop menenun bagi anak-anak muda di Bima agar tradisi ini tidak terputus.
Perluasan Pasar: Karya-karya UKM Dina telah menembus pasar nasional hingga mancanegara, meskipun saat ini pemasaran masih banyak menyasar instansi pemerintah atau sekolah.

Dengan tekad untuk menjadikan tenun sebagai "bahasa" yang terus hidup, Yuyun Ahdiyanti dan UKM Dina adalah contoh nyata bagaimana tradisi dapat diubah menjadi tren, dan sebuah kampung kecil dapat menjadi pusat inspirasi bagi kebangkitan ekonomi kreatif di Indonesia.

Prestasi dan Dampak UKM Dina 
 

UKM Dina yang didirikan oleh Yuyun Ahdiyanti bukan hanya berhasil melestarikan budaya, tetapi juga menciptakan dampak ekonomi dan sosial yang terukur, sehingga meraih berbagai pengakuan nasional. 

1. Pengakuan dan Prestasi Bergengsi 
Perjuangan Yuyun Ahdiyanti dalam mengangkat tenun Bima mendapatkan apresiasi tinggi di tingkat nasional: 
· Pemenang SATU Indonesia Awards (SIA) 2024: Yuyun Ahdiyanti terpilih sebagai pemenang di bidang Kewirausahaan dalam ajang Semangat Astra Terpadu untuk Indonesia (SATU Indonesia Awards) ke-15 tahun 2024. Penghargaan ini diberikan atas dedikasinya dalam program "Srikandi Penenun Asa Kampung Ntobo" yang sukses memberdayakan masyarakat. 
· Gender Champion Kota Bima Tahun 2024: Yuyun juga dinobatkan sebagai salah satu Gender Champion Kota Bima, sebuah pengakuan atas perannya dalam pemberdayaan perempuan melalui tenun. 
· Pengakuan Lain: UKM Dina juga pernah dinobatkan sebagai Kelompok Pengrajin Teladan, meraih predikat OVOP (One Village One Product) Bintang 2, dan diakui sebagai UMKM Inspirator. 
· Kunjungan Tokoh Nasional: Prestasi ini membuat UKM Dina dilirik hingga dikunjungi oleh tokoh nasional, seperti Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. 

2. Dampak Ekonomi dan Sosial yang Signifikan 
UKM Dina telah mengubah kondisi sosial dan ekonomi di Kelurahan Ntobo secara nyata:

Indikator Dampak

Detail Capaian

Omzet Bulanan

Mencapai antara Rp 100 juta hingga Rp 300 juta per bulan (Data 2025).

Pemberdayaan

Memberdayakan lebih dari 200 penenun dan 15 penjahit utama di lingkungan Ntobo.

Modal Usaha

Yuyun menggunakan hasil penjualan pertama untuk memutar dan memberikan modal kepada penenun lain di desanya.

Digitalisasi

Aktif memanfaatkan media sosial untuk pemasaran (akun UKM Dina diikuti oleh lebih dari 11 ribu pengikut di Facebook), menjadikannya komunitas tenun paling aktif di NTB.

Transformasi Wilayah

Berkat perjuangan Yuyun, kampung halamannya, Kelurahan Ntobo, kini mulai dikenal luas sebagai Kampung Tenun Ntobo.

Selain berdampak pada kehidupan ekonomi dan sosial, UKM Dina dan pendirinya juga merencanakan kemajuan masa yang akan datang, Yuyun Ahdiyanti berfokus pada penguatan bisnis, inovasi produk, dan keberlanjutan tradisi tenun Bima, khususnya setelah meraih pengakuan nasional seperti SATU Indonesia Awards. 
Berikut adalah poin-poin rencana mereka di masa mendatang: 

1. Pengembangan Inovasi dan Kreativitas Motif: 

Terus mengembangkan ide dan kreativitas dalam menciptakan motif-motif baru dan mencari palet warna yang tidak monoton untuk kain tenun Bima.Tujuannya adalah agar produk tenun Bima tetap diminati konsumen dan meningkatkan identitas UKM Dina sebagai usaha yang berkarakter dan inovatif. Memperkuat kolaborasi dengan akademisi, khususnya dalam pengembangan pewarna alami yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. 

2. Perluasan Pasar dan Jaringan Distribusi: 

Memperluas jangkauan pasar yang saat ini banyak menyasar instansi pemerintah dan sekolah, untuk juga merangkul pasar ritel dan fashion yang lebih luas, baik di tingkat nasional maupun internasional. Meningkatkan pemanfaatan platform digital dan media sosial untuk mempromosikan tenun Bima secara global.

3. Penguatan Pemberdayaan Komunitas: 

Terus meningkatkan kapasitas ratusan penenun yang telah diberdayakan, baik dari segi kualitas produksi maupun manajemen usaha. Memperkuat program Srikandi Penenun Asa Kampung Ntobo untuk memastikan tradisi menenun tidak terhenti dan terus berlanjut ke generasi muda.

4. Mewujudkan Ntobo sebagai Sentra Tenun Berbasis Edukasi: 

Mengembangkan Galeri UKM Dina menjadi pusat pemberdayaan lokal, termasuk penyelenggaraan workshop menenun secara rutin bagi anak muda. Memposisikan Kelurahan Ntobo sebagai "Kampung Tenun" yang dikenal luas dan menjadi tujuan wisata budaya.

Secara ringkas, rencana UKM Dina adalah menjadi jembatan antara tradisi dan tren, memastikan warisan budaya Bima tetap hidup dan menjadi sumber ekonomi yang berkelanjutan bagi perempuan lokal.

Untuk mewujudkan semua rencananya, Yuyun Ahdiyanti, tentu saja mengakami suka duka dan tantangan. Berikut penjelasannya: 

Suka (Kebahagiaan dan Pencapaian)

1. Pelestarian Budaya yang Berhasil: Sukacita terbesar adalah melihat tradisi menenun Bima yang hampir memudar kini kembali hidup dan diminati oleh generasi muda maupun pasar yang lebih luas.

2. Pemberdayaan Perempuan: Merasakan kebahagiaan ketika ratusan penenun perempuan di Ntobo dan sekitarnya memiliki penghasilan yang tetap dan meningkat, yang secara langsung meningkatkan ekonomi keluarga mereka.

3. Pengakuan Nasional: Meraih penghargaan bergengsi seperti SATU Indonesia Awards 2024 menjadi pengakuan bahwa dedikasi mereka terhadap warisan budaya dan pemberdayaan masyarakat telah berdampak positif secara nasional.

4. Karya Mendapat Tempat: Berhasil menembus pasar nasional hingga mancanegara, membuktikan bahwa tenun Bima yang otentik memiliki nilai jual tinggi di kancah global.

5. Solidaritas Komunitas: Melihat penenun saling bekerja sama dan merasa bangga atas karya tangan mereka yang diakui banyak orang. 

Duka (Tantangan dan Kesulitan)

1. Keterbatasan Akses Modal: Salah satu tantangan awal yang dihadapi adalah kesulitan dalam mengakses permodalan yang memadai untuk mengembangkan usaha secara lebih besar.

2. Tantangan Pemasaran Awal: Pada tahap awal, Yuyun menghadapi kesulitan dalam memasarkan produk tenun yang otentik dan membuat penenun percaya pada skema bisnis barunya.

3. Keseimbangan Tradisi dan Tren: Tantangan untuk terus berinovasi dan menciptakan motif baru agar tenun tetap relevan di pasar modern tanpa menghilangkan nilai asli dan teknik tradisional yang rumit.

4. Masalah Teknis Produksi: Mengelola ratusan pengrajin dan memastikan kualitas produk yang konsisten, terutama dalam hal ketersediaan bahan baku atau pewarna alami, selalu menjadi pekerjaan yang menantang.

Secara keseluruhan, perjalanan UKM Dina adalah kisah inspiratif di mana duka berupa tantangan modal dan pemasaran berhasil diatasi oleh suka atas pengakuan, peningkatan ekonomi masyarakat, dan keberhasilan melestarikan warisan budaya.

Tantangan utama yang dihadapi oleh UKM Dina dan pendirinya, Yuyun Ahdiyanti, dalam upaya melestarikan tenun Bima dan memberdayakan para penenun meliputi tiga area utama: Modal dan Keuangan, Pemasaran dan Pasar, serta Konsistensi Budaya dan Produksi. 

Tantangan Utama UKM Dina

1. Tantangan Modal dan Keuangan 
Meskipun usaha sudah berjalan dan memiliki omzet yang lumayan, tantangan permodalan awal dan pengembangan selalu menjadi kendala bagi UMKM.

· Akses Permodalan: Kesulitan dalam mendapatkan modal yang cukup besar untuk ekspansi usaha secara lebih signifikan atau untuk menjaga stok bahan baku dalam jumlah besar.

· Manajemen Arus Kas: Harus pintar memutar hasil penjualan untuk memberikan modal kepada penenun sambil membiayai operasional harian dan inovasi produk. 

2. Tantangan Pemasaran dan Distribusi 

Memperkenalkan produk kerajinan tradisional ke pasar yang semakin digital dan kompetitif memerlukan upaya ekstra.

· Melawan Dominasi Pasar Modern: Tenun Bima harus bersaing dengan produk fashion siap pakai yang lebih murah dan cepat produksinya.

· Perluasan Jangkauan: Meskipun sudah menembus pasar nasional dan internasional, tantangannya adalah membangun brand awareness yang stabil dan jaringan distribusi yang lebih luas di luar ceruk pasar yang sudah ada (misalnya, instansi pemerintah).

· Digitalisasi: Memastikan semua proses pemasaran dan penjualan secara digital terus dioptimalkan agar tetap relevan dan menjangkau konsumen muda. 

3. Tantangan Konsistensi Budaya dan Produksi 

Ini adalah tantangan ganda: menjaga otentisitas sambil memenuhi permintaan pasar.

· Mempertahankan Keaslian: Tantangan terbesar adalah menjaga nilai tradisi dan teknik menenun yang diwariskan turun-temurun agar tidak hilang atau dikompromikan demi kecepatan produksi atau tren sesaat.

· Kualitas dan Waktu Produksi: Tenun tradisional memakan waktu lama untuk diproduksi (tergantung kerumitan motif). Mempertahankan kecepatan pasokan untuk memenuhi pesanan besar tanpa mengorbankan kualitas adalah kesulitan operasional yang terus dihadapi.

· Regenerasi Penenun: Memastikan generasi muda tertarik untuk mempelajari dan meneruskan keterampilan menenun yang rumit, sehingga keberlanjutan usaha terjamin di masa depan.

Kesuksesan UKM Dina saat ini adalah bukti bahwa Yuyun dan timnya berhasil menaklukkan tantangan-tantangan ini secara bertahap melalui inovasi, ketekunan, dan fokus yang kuat pada pemberdayaan.

Berdasarkan tantangan yang telah diidentifikasi, berikut adalah cara-cara yang ditempuh oleh UKM Dina di bawah kepemimpinan Yuyun Ahdiyanti untuk mengatasi berbagai hambatan, sekaligus strategi umum untuk pengembangan UMKM kerajinan: 

1. Mengatasi Tantangan Modal dan Keuangan

Tantangan

Solusi yang Diterapkan UKM Dina

Keterbatasan Modal

Model Bisnis Pemberdayaan: Yuyun menggunakan hasil penjualan pertama untuk diputar kembali dan dijadikan modal yang dipinjamkan kepada para penenun. Ini menciptakan sistem sirkulasi modal yang berbasis komunitas, bukan bergantung pada pinjaman luar yang besar.

Aliran Dana Produk ( Cash Flow )

Memasok Kebutuhan Produksi: Selain uang, UKM Dina juga membantu penenun dengan menyediakan bahan baku (benang) yang diperoleh dari UKM lain. Dengan begitu, penenun dapat langsung berproduksi tanpa terkendala modal bahan awal.


2. Mengatasi Tantangan Pemasaran dan Distribusi 

Tantangan

Solusi yang Diterapkan UKM Dina

Pemasaran Tradisional Terbatas

Digitalisasi dan Media Sosial: Yuyun aktif mempromosikan tenun Bima melalui media sosial (Facebook, Instagram) dan platform daring lainnya. Strategi ini berhasil menjangkau konsumen yang jauh di luar Bima, bahkan hingga mancanegara.

Bersaing dengan Produk Murah

Fokus pada Nilai Jual Budaya: UKM Dina menolak menyeragamkan produk dan malah menjadikan keunikan, cerita, dan filosofi di balik setiap motif tenun sebagai nilai jual premium yang eksklusif, bukan bersaing harga.

Kebutuhan Produk Fashion Modern

Inovasi Produk Turunan: Selain kain lembaran, UKM Dina menciptakan produk turunan seperti baju dan aksesoris dengan desain modern (kekinian) yang diminati anak muda, tetapi tetap berbahan dasar tenun tradisional.

Memperluas Jaringan

Partisipasi Aktif di Event Budaya/Pameran: UKM Dina secara rutin memanfaatkan event budaya, pameran UMKM lokal, dan event nasional (seperti Festival Rimpu Mantika) untuk meningkatkan visibilitas dan mendapatkan pesanan besar.


3. Mengatasi Tantangan Konsistensi Budaya dan Produksi  

Tantangan

Solusi yang Diterapkan UKM Dina

Regenerasi Penenun

Mengubah Persepsi dan Pemberdayaan Komunitas: Yuyun membangun citra bahwa menenun adalah pekerjaan yang bermartabat dan menguntungkan. Ia juga mengadakan workshop menenun untuk anak muda agar keterampilan ini tidak hilang ditelan zaman.

Menjaga Kualitas Otentik

Kolaborasi dengan Akademisi: Bekerja sama dengan perguruan tinggi/akademisi untuk melakukan riset dan mengembangkan pewarna alami. Hal ini memastikan tenun tetap otentik dan ramah lingkungan.

Konsistensi Mutu

Sistem Produksi Terpusat: Dengan memposisikan UKM Dina sebagai "wadah" bagi penenun, Yuyun memastikan bahwa setiap pesanan besar didistribusikan secara adil kepada lebih dari 200 penenun, sambil tetap menjaga standar mutu yang ditetapkan oleh brand Dina.

Pengakuan Wilayah

Mendorong Identitas Kampung: Upaya terus-menerus Yuyun membuat Kelurahan Ntobo dikenal sebagai Kampung Tenun, yang memberikan kebanggaan kolektif dan dukungan dari pemerintah daerah.

Secara keseluruhan, UKM Dina adalah contoh sukses wirausaha sosial di Indonesia yang membuktikan bahwa warisan budaya dan pemberdayaan komunitas dapat menjadi motor penggerak ekonomi yang kuat dan inspiratif.

Terbaru Lebih lama

Related Posts

Posting Komentar