Setiap kali kita merayakan pesta, makan di restoran, atau saat makan malam di rumah, sering kali ada satu pemandangan yang tak terhindarkan, makanan sisa yang berakhir di tempat sampah. Saya sendiri masih sering melakukan hal yang sama, saat makan malam bersama keluarga saya, tak jarang ibu sering kali memarahi saya karena seringnya membuang sisa makanan.
Beliau menjelaskan panjang lebar tentang dampak tidak mengahabiskan makanan, masih banyak orang kelaparan di luar sana bahkan berjuang untuk mendapatkan sesuap nasi. Beliau juga mengajarkan untuk tidak tamak dalam mengambil sesuatu meskipun itu telah mejadi hak kita, terutama dalam menyantap makanan.
“Kamu tahu Alin, masih banyak orang kelaparan di luar sana, stop membuang sisa makanan, ambil seperlunya dan habiskan, begitulah ucap ibu setiap kali aku membuang sisa makananku. Fenomena pemborosan makanan (food waste) bukan lagi sekadar kebiasaan buruk, melainkan krisis lingkungan dan moral yang membayangi kehidupan kita sehari-hari, tambahnya lagi.”
Indonesia, dengan segala kekayaan alamnya, masih menyimpan ironi mendalam: di satu sisi kita adalah produsen sampah makanan (Food Waste) terbesar kedua di dunia, dan di sisi lain, jutaan saudara kita masih menghadapi kerawanan pangan. Di tengah pusaran masalah ini, muncul satu nama yang berani mengubah paradigma: Kevin Gani, sosok Pejuang Pangan Berkelanjutan yang memimpin Yayasan Garda Pangan di Surabaya.
Kevin tidak sekadar memungut sisa. Ia membangun sebuah ekosistem keberlanjutan yang holistik, membuktikan bahwa jiwa muda memiliki kekuatan untuk membalikkan krisis menjadi berkah.
Titik Balik di Gayung Tua
Perjalanan Kevin bukanlah tanpa titik balik emosional. Awal keterlibatannya di Garda Pangan pada 2017 didorong oleh keresahan melihat makanan yang terbuang sia-sia. Namun, yang menguatkan tekadnya adalah perjumpaannya dengan seorang nenek prasejahtera di Joyoboyo, Surabaya. Nenek itu menerima makanan yang ia berikan, tetapi tidak memiliki piring. Ia menggunakan gayung plastik tua sebagai wadah untuk makan.
Momen itu menghunjam kesadaran Kevin. Ia menyadari bahwa sampah makanan bukan hanya masalah lingkungan, melainkan juga masalah moral dan kemanusiaan. Ketika makanan dibuang, yang hilang bukan hanya bahan pangan, tetapi juga air, energi, dan keringat petani yang turut terbuang sia-sia. Dari ingatan tentang gayung kosong itulah, misi Kevin untuk menutup ketidaksetaraan akses pangan dan mengurangi limbah menjadi semakin gigih.
Tiga Pilar Revolusi Bioekonomi Garda Pangan
Indonesia, dengan segala kekayaan alamnya, masih menyimpan ironi mendalam: di satu sisi kita adalah produsen sampah makanan (Food Waste) terbesar kedua di dunia, dan di sisi lain, jutaan saudara kita masih menghadapi kerawanan pangan. Di tengah pusaran masalah ini, muncul satu nama yang berani mengubah paradigma: Kevin Gani, sosok Pejuang Pangan Berkelanjutan yang memimpin Yayasan Garda Pangan di Surabaya.
Kevin tidak sekadar memungut sisa. Ia membangun sebuah ekosistem keberlanjutan yang holistik, membuktikan bahwa jiwa muda memiliki kekuatan untuk membalikkan krisis menjadi berkah.
Titik Balik di Gayung Tua
Perjalanan Kevin bukanlah tanpa titik balik emosional. Awal keterlibatannya di Garda Pangan pada 2017 didorong oleh keresahan melihat makanan yang terbuang sia-sia. Namun, yang menguatkan tekadnya adalah perjumpaannya dengan seorang nenek prasejahtera di Joyoboyo, Surabaya. Nenek itu menerima makanan yang ia berikan, tetapi tidak memiliki piring. Ia menggunakan gayung plastik tua sebagai wadah untuk makan.
Momen itu menghunjam kesadaran Kevin. Ia menyadari bahwa sampah makanan bukan hanya masalah lingkungan, melainkan juga masalah moral dan kemanusiaan. Ketika makanan dibuang, yang hilang bukan hanya bahan pangan, tetapi juga air, energi, dan keringat petani yang turut terbuang sia-sia. Dari ingatan tentang gayung kosong itulah, misi Kevin untuk menutup ketidaksetaraan akses pangan dan mengurangi limbah menjadi semakin gigih.
Tiga Pilar Revolusi Bioekonomi Garda Pangan
1. Food Rescue (Penyelamatan Pangan)
Garda Pangan secara konsisten menjalin kemitraan dengan hotel, restoran, katering, dan industri makanan lainnya untuk mengambil makanan surplus (berlebih) yang masih layak konsumsi. Makanan ini kemudian disortir, diuji kelayakannya, dan didistribusikan secara cepat dan tepat sasaran kepada masyarakat prasejahtera dan panti asuhan, menghilangkan stigma "makanan sisa" menjadi "makanan berkat". Hingga kini, Garda Pangan telah berhasil menyelamatkan dan mendistribusikan lebih dari 600.000 porsi makanan.
2. Zero Waste Farmer Intervention
Inovasi tidak berhenti di kota. Kevin dan timnya juga merambah sektor pertanian. Mereka turun langsung ke lahan petani untuk menyelamatkan hasil panen yang "cacat kosmetik" (bentuknya tidak sempurna) atau yang harganya anjlok, yang biasanya berakhir menjadi limbah. Ini membantu petani sekaligus memastikan sayuran bergizi sampai ke tangan penerima manfaat.
3. Bioekonomi BSF
Limbah pangan yang sudah tidak layak konsumsi tidak dibiarkan berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) untuk menghasilkan gas metana yang berbahaya. Kevin merancang solusi bioekonomi dengan memanfaatkan larva Black Soldier Fly (BSF). Maggot BSF ini mengonsumsi limbah organik, mengubahnya menjadi pakan ternak bernutrisi tinggi. Sisa residu maggot kemudian diolah menjadi pupuk organik. Model sirkular ini telah berhasil mengolah lebih dari 410 ton limbah pangan, sekaligus mencegah jutaan kilogram emisi karbon dioksida ke atmosfer.
Apresiasi dan Dampak Nyata
Dedikasi Kevin Gani dalam mengubah sampah menjadi harapan tidak luput dari perhatian nasional. Perannya sebagai pemimpin yang mampu menggabungkan aksi sosial dengan solusi berbasis sains mengantarkannya sebagai salah satu penerima 15th SATU Indonesia Awards 2024 di bidang Lingkungan.
Namun, pengakuan terbesar bukanlah piala, melainkan dampak nyata di lapangan. Garda Pangan bukan hanya memberi makan sekitar 28.000 penerima manfaat di Jawa Timur, tetapi juga berhasil menggerakkan lebih dari 1.500 relawan muda yang kini menjadi Food Heroes. Mereka membuktikan bahwa kepedulian adalah modal terbesar untuk perubahan.
Pahlawan Masa Depan
Kisah Kevin Gani adalah cerminan dari semangat kepahlawanan generasi muda yang tidak menunggu sistem berubah, tetapi menciptakan sistem baru yang lebih baik. Melalui Garda Pangan, ia mengajarkan kita bahwa setiap langkah kecil—mulai dari menghabiskan makanan di piring, hingga mendukung inovasi bioekonomi—adalah bagian dari Janji Pangan Berkelanjutan untuk Indonesia.
Kevin Gani telah menanamkan optimisme: Indonesia bisa mandiri pangan, sekaligus merdeka dari ancaman sampah. Ia adalah bukti bahwa revolusi yang paling bermakna sering kali dimulai dari senyapnya di ujung piring yang kosong, yang diisi kembali dengan aksi nyata dan kepedulian.
Kevin Gani telah menanamkan optimisme: Indonesia bisa mandiri pangan, sekaligus merdeka dari ancaman sampah. Ia adalah bukti bahwa revolusi yang paling bermakna sering kali dimulai dari senyapnya di ujung piring yang kosong, yang diisi kembali dengan aksi nyata dan kepedulian.
Solusi Praktis di Dapur Mamak:
Karena saya memanggil ibu saya dengan sebutan mamak, maka saya menyebutnya solusi praktis di dapur mamak, hal ini lah yang mamak dan saya lakukan untuk mengatasi membuang sisa makanan. Dari pengalaman luar biasa seorang pemungut sisa makanan yang menjadi contoh bagi kita semua, terutama saya sendiri sebagai seorang pelajar yang saya akui masih sering membuang sisa makanan, berusaha melakukan tips sederhana agar apa yang kita belanjakan dan kita makan tidak akan berujung sia-sia.
Berikut tips-tipsnya:
Mengatasi masalah besar ini harus dimulai dari langkah kecil di rumah kita sendiri. Menjadi "Pejuang Pangan" tidak harus memimpin yayasan, cukup dengan mengubah kebiasaan harian:
1. Rencanakan dan Belanja Cerdas
Jangan pernah berbelanja dalam keadaan lapar. Buatlah daftar menu mingguan dan catat bahan-bahan yang benar-benar dibutuhkan. Belilah produk yang mendekati tanggal kedaluwarsa jika Anda yakin akan segera mengolahnya.
2. Pahami Kode Tanggal
Banyak makanan yang masih aman dikonsumsi meskipun telah melewati tanggal "Best Before" atau "Baik Sebelum", yang biasanya menunjukkan kualitas puncak, bukan keamanan pangan. Pelajari perbedaan antara Best Before (Kualitas) dan Use By (Keamanan).
3. Teknik Penyimpanan yang Tepat
Simpan bahan makanan dengan benar. Pisahkan buah dan sayur penghasil gas etilen (seperti pisang dan apel) dari yang sensitif etilen. Manfaatkan kulkas secara maksimal, dan bekukan makanan yang tidak akan habis dalam waktu dekat.
4. Pemanfaatan Kreatif (Leftover Makeover)
Jangan buang sisa makanan yang sudah matang. Ubah sisa nasi menjadi nasi goreng atau bubur. Sisa sayuran bisa diolah menjadi kaldu. Biasakan untuk membawa pulang (take away) makanan yang tidak habis saat makan di luar.
5. Kompos atau Biokonversi
Jika limbah makanan tidak dapat dihindari (misalnya kulit buah atau ampas kopi), jangan buang ke tempat sampah umum. Ubah menjadi kompos untuk menyuburkan tanaman atau manfaatkan teknik biokonversi maggot BSF (Black Soldier Fly) yang kini semakin populer, yang dapat mengubah limbah menjadi pakan ternak.
Melalui kesadaran dan tindakan nyata di setiap meja makan, kita dapat meredam ancaman senyap ini, mengurangi beban bumi, dan menyalurkan berkah pangan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan.
Semoga bermanfaat ya teman-teman.
#SatukanGerakTerusBerdampak #KitaSATUIndonesia
#APA2025-ODOP
Referensi:
https://www.astra.co.id/satu-indonesia-awards
https://dapepitih.blogspot.com/2025/10/menjaga-bumi-di-mulai-dari-dapur-kita.html
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2025/10/05/kevin-gani-dan-garda-pangan-dari-sisa-piring-ke-revolusi-bioekonomi
Posting Komentar
Posting Komentar